Kamis, 30 Januari 2014

Berotak Jerman Berhati Mekkah

Ingat film romantis yang dibintangi Reza Rahardian dan Bunga Citra Lestari? Film yang selain menceritakan kisah sepasang suami istri juga berceritakan perjuangan seorang anak bangsa. Yap, apa lagi kalau bukan Habibie-Ainun :3



Seorang ilmuwan cerdas dan sholih yang cinta banget sama tanah air. Emm.. siapa yang gak suka dengannya? Pak Habibie.. Presiden ke-3 Indonesia ini sungguh luar biasa. Sosok suami idaman banget *eh :D

Dari dulu, entah sejak kapan, aku udah ngefans sama beliau. Dulu sebelum ngefans banget, cuma sekedar tahu sekilas sosok beliau yang katanya emang pinter bangeeet. Setelah Ibu Ainun meninggal dunia, kalau gak salah pas aku SMA kelas 1, aku mulai menaruh hati padanya *eits bukan maksud menggantikan Ibu Ainun ya, kagaaak* Sampai aku cerita ke mama. Berhubung waktu itu ada nenek di samping mama, nenek ikutan nimbruk. Nenek bilang istrinya Pak Habibie tu dokter anak. Mendengar kisah itu, aku berpikir, kok bisa samaan ya. Cita2ku juga pengen jadi dokter anak. Hanya saja takdirku bukan di UI tapi di UNDIP, alhamdulillah..

Nah, sejak itu aku pengen punya suami seperti eyang Indonesia yang supeeeer paket lengkap itu hihi, maksudnya Pak Habibie :3



Karenanya, aku jadi sering kepo tentang beliau. Sosok Pak Habibie tak diragukan lagi, berotak Jerman dan berhati Mekkah, subhanallah lengkap kan. Sayangnya, keberadaan beliau tampaknya gak diterima baik di Indonesia. Gimana tidak, susah payah beliau menimba ilmu jauh2 ke Jerman, setelah berhasil kembali ke Indonesia bikin pesawat N-250, bikin Indonesia maju, tapi malah ditolak. Eh, dilengserkan, sampai akhirnya beliau balik lagi ke Jerman.

Tentu udah nonton film Habibie-Ainun dong? Nangis banget pas scene Pak Habibie minta maaf ke Ibu Ainun atas waktu2 yang sudah dihabiskannya demi Indonesia dan menelantarkan anak istrinya, melihat pesawat bikinannya didiamkan begitu saja bak rongsokan. duuuuuh :"(

 Semoga para Habibie muda Indonesia yang berniat dan bertekad sama seperti beliau dimudahkan Allah. Tidak bernasib sama seperti beliau. Semoga bisa diterima Indonesia, memajukan bangsa dan negara ini, membawa Indonesia ke penjuru dunia. Aamiin ya Rabb..

Semangat para generasi penerus bangsa, Habibie muda. Kita bangun kembali negeri ini ^^

Kamis, 16 Januari 2014

Jodoh, Siapa yang Tahu?

Sesuai dengan hakikatnya, manusia diciptakan berpasang-pasangan. Gak ada yang sendirian rasanya.
Tentu dilihat dari judulnya sudah menarik dong hehe

Yak, jodoh.. Siapa yang tahu tentang jodoh kita, siapa dia? Siapa yang bisa meramalkan akan berjodoh dengan siapa yang diinginkannya? Tentu aku rasa gak ada ya :D

Memang setiap orang entah dia laki-laki atau perempuan pernah merasakan yang namanya jatuh cinta. Kalau kata temen2 aktivis sih "Virus Merah Jambu". Nah, biasanya bagi para aktivis yang serius cuma bisa nahan sih. Istilahnya "Mencintai dalam Diam"

Dari rasa itu tentu kita punya sosok jodoh impian dong. Sosok idaman tiap orang juga berbeda-beda. Misalnya kalo aktivis akhwat nih, pengen punya suami seperti Rasulullah.

Tapi.. tapiiiii... tunggu dulu hihi

Kenapa????

Segala sesuatu yang kita inginkan belum tentu yang terbaik buat kita. Inget dong surah nya di Al-Baqarah.

Terkadang kita menginginkan sosok yang begitu sempurna tanpa kita berkaca terlebih dahulu apakah kita sempurna dan pantas mendapatkan yang sempurna.

Ada yang sejak lama pacaran ataupun kenal dekat dengan 'si dia' dan sangat berharap ingin jadi pendamping hidupnya. Namun, kenyataan amatlah berbeda. Udah lama pacaran, ujung-ujungnya putus, gak jadi nikah. Baru aja kenal, taaruf an, eh cocok langsung nikah dan langgeng.

Gak ada yang bisa jamin urusan jodoh itu bagaimana endingnya...

Pengalaman saya sih ini, hehe *duh jadi malu*

Dari dulu saya ngefans sama Pak Habibie, ilmuwan Indonesia yang super segalanya bagiku. Apalagi setelah kemunculan film yang berjudul Habibie-Ainun, makin ngefans aja. Gara2 itu, pengen punya suami kayak beliau, dari segi mana saja.

Orangtua saya tahu dari dulu kalau saya ngefans berat dengan beliau. Orangtua merestui misalkan dapet yang seperti beliau.

Tapi, sekaraaaang...

Devi sudah dewasa haha. Devi sudah bisa realistis. Aku udah mikir, gak mungkin ada orang yang begitu miripnya dengan beliau. Karena inget apa yang kita inginkan belum tentu apa yang kita butuhkan, mindset itu mulai berubah. Pintu hati pun mulai membuka untuk siapa saja ikhwan pilihan Allah yang terbaik untukku nanti.

Lah ini sih bukan pengalaman, tapi curhat *ups

Kesimpulannya..

Jangan tutup hati kita pada seorang yang menjadi idaman kita karena kita belum tahu apakah sosok itu jodoh kita apa bukan. Di dunia ini masih banyak ikhwan yang ternyata jauh lebih baik daripada sosok dambaan itu. Kalo ternyata dapet yang lebih baik, kenapa tidak. Allah tahu yang terbaik untuk hamba-NYA. Selagi masih banyak waktu untuk mempersiapkan diri sekaligus memperbaiki diri, tak ada salahnya untuk membuka hati untuk mereka yang lebih berhak menjadi pemimpin kita ^^,

Orang yang baik untuk orang yang baik pula.
Hal yang terpenting adalah perbaikan diri selagi menunggunya.
Karena, jodoh tak ada yang tahu :D

Minggu, 12 Januari 2014

Amanah Besar Intra Kampus vs Extra Kampus

Ketika kita sudah menapaki lika-liku kehidupan yang banyak, kita akan mendapat banyak pula pengalaman hidup.
Ketika kita sudah belajar mengenai banyak hal, meski kita merasa kurang, kita akan mendapat amanah yang besar.

Amanah..
Layaknya sifat Rasulullah yang berarti dapat dipercaya.
Namun, dalam konteks kali ini amanah yang dimaksud semacam tugas, suatu tanggung jawab dari seseorang yang mempercayai kita.

Bercerita mengenai amanah yang besar, kali ini pengalaman saya yang akan dipilih untuk mengemban amanah itu. Amanah yang menurut saya tak sanggup saya jalankan nantinya, yg mana pada akhirnya saya tidak menerimanya.

Di saat mendengar kabar yang membuat heboh banyak orang itu, rasanya kayak ketiban duren berpuluh2 kilo. Emang sih duren enak, tapi kalo ketumpukan duren yang buaanyaaak dan gede pasti gak enak lah.

Alasan kenapa aku menolaknya adalah..... (sett dah songong banget yak, ampun ampuuun)
aku ngerasa gak pantes aja, ngerasa belum bisa memberikan yang terbaik, belum bisa mengayomi. Daaaan.. selama ini aku udah capek banget jadi kaum yang tertindas kerja paling wow (Astaghfirullah.. kok malah gini sih, tobat dev tobat)

Antara senang dan sedih sih emang. Ya banyak senangnya sih haha
Jadi bisa mengekspose ke dunia luar, dunia di mana aku bebas bersuka cita dengan pekerjaanku (duh egois banget sih kamu dev -_-)

Sesuai dengan planningku di tahun 2014 ini, aku pengen aktif nulis di Joglo Pos, syukur2 bisa tembus ke koran Semarang. Gak cuma itu, aku juga punya cita2 besar yang menurutku butuh waktu lama dan uang yang banyak. Devi harus berjuang untuk cita2 itu juga di samping harus aktif di organisasi kampus. Selain itu, aku juga harus mengembangkan keilmiahan, maksudnya ya rajin belajar juga, bikin bangga orangtua.

Banyak alasan yang mendasariku menolak amanah besar itu. Aku merasa banyak pula amanah2 besar di luar sana. Hal yang paling penting bagiku, dakwah bisa dimana aja. Gak harus dalam sebuah organisasi, tapi juga dunia luar yang lebih gede. Prinsipku, di mana pun aku, aku pengen bisa bermanfaat di banyak tempat dan kapan aja. Aku gak suka fokus di 1 tempat. Menurutku aku bisa stres kalo cuma fokus di salah satu tanpa ngembangin yang lain.

Semuanya balik lagi ke cita-cita semula.

Ulat kecil yang berubah jadi kupu-kupu nan indah. Kupu-kupu dengan warnanya yang cantik terbang kesana kesini membuat banyak orang suka dengannya.
Jika di suatu populasi kupu-kupu, banyak sekali kupu-kupu yang kita temukan. Sementara di lain tempat sangat jarang ditemukan kupu-kupu. Kenapa tidak salah satu kupu-kupu terbang ke lain tempat memberikan pesona warnanya kepada siapa saja yang menemuinya? Jauh lebih berwarna bukan?



Ibarat kupu-kupu itu lah yang mendasariku untuk menolak amanah besar intra kampus, melainkan mengambil porsi di dunia luar yang jauh membutuhkan keberadaanku. Dunia yang bagiku lebih menantang. Dunia di mana aku dilahirkan dan dibesarkan. Dunia yang menjadikanku menjadi Devi yang seperti ini.